Badan yang dapat dikategorikan sebagai legislatif di Indonesia adalah Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”). Perbedaan paling mencolok antara DPR periode 2004-saat inidengan DPR periode sebelumnya adalah rekrutmen anggotanya. Saat ini seluruh anggota DPR adalah orang-orang yang dipilih langsung oleh pemilih.
Pada periode-periode sebelumnya, sebagian anggota DPR diangkat oleh Presiden dan sebagian lagi diangkat oleh partai. Pemilih tidak dapat memilih wakilnya secara langsung dalam pemilihan umum. Pemilih hanya diminta memilih partai untuk mewakili aspirasinya ketimbang calon perseorangan. Sistem penunjukan yang dijelaskan di atas telah menciptakan 'demokrasi palsu'. Demokrasi diklaim sebagai ciptaan lembaga demokrasi, namun jelas terlihat bahwa perilaku dan tindakan DPR dalam menjalankan tugasnya tidak demokratis dan tidak mewakili aspirasi rakyat. Sederhananya, salah satu tugas utama DPR tidak pernah bisa dijalankan dengan baik; yakni memastikan pertanggungjawaban Presiden yang dianggap hanya sekedar stempel keinginan otokratis Mantan Presiden Soeharto. Namun, dengan jatuhnya rezim Soeharto pada tahun 1998 membuat jendela demokrasi sedikit terbuka dan kesempatan ini tidak dilewatkan dalam arti bahwa DPR telah menjadi lembaga negara yang jauh lebih kuat dalam periode intervensi.
DPR saat ini terdiri dari anggota partai politik namun anggota ini dipilih langsung oleh daerah pemilihannya masing-masing. Setiap anggota DPR dipilih untuk masa jabatan 5 tahun yang berakhir pada pengambilan sumpah jabatan oleh anggota DPR yang baru terpilih.
DPR memiliki 3 fungsi utama menurut undang-undang; yaitu
- penyusunan dan pengesahan peraturan perundang-undangan,
- urusan anggaran, dan
- fungsi pengawasan.
Namun, Jimly Asshidiqie menyatakan bahwa fungsi utama DPR juga mencakup representasi aspirasi rakyat melalui kinerja dan pelaksanaan kekuasaan dan wewenang yang diberikan kepadanya untuk mengambil dan mengambil keputusan politik.
Pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut tercermin dalam wewenang dan wewenang yang diberikan kepada DPR untuk :
- merancang undang-undang yang akan dibahas dan diperdebatkan di DPR dan dengan Presiden untuk mencapai kesepakatan,
- membahas dan memberikan persetujuan sementara Undang-Undang atau Undang-Undang Pengganti Undang-Undang,
- menerima dan membahas RUU yang disampaikan oleh Dewan Perwakilan Daerah (“DPD”) yang berkaitan dengan materi pelajaran tertentu dan mengundang DPD untuk menjadi bagian dari pembahasan,
- mempertimbangkan saran DPD tentang RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan Perpajakan, Pendidikan, dan Agama,
- melaksanakan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan usulan DPD,
- mengawasi penegakan Undang-undang, APBN, dan kebijakan pemerintah,
- membahas dan menindaklanjuti hasil pengamatan yang disampaikan oleh DPD tentang penegakan undang-undang tentang otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan integrasi daerah, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah kembali hubungan, sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, perpajakan, pendidikan, dan agama,
- memilih anggota BPK dengan mempertimbangkan rekomendasi DPD,
- membahas dan menindaklanjuti hasil pengamatan atas penggunaan dana negara yang telah diajukan oleh BPK,
- memberikan persetujuan kepada Presiden atas pemilihan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial,
- memberikan persetujuan terhadap calon Hakim Agung sebagai direkomendasikan oleh Komisi Yudisial dan dikukuhkan oleh Presiden,
- memilih tiga calon hakim konstitusi dan mengajukan nama-nama tersebut kepada Presiden untuk dikukuhkan,
- memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam menetapkan Duta Besar, menerima Duta Besar dari luar negeri , dan memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam proses pemberian amnesti dan grasi,
- memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang, m mewujudkan perdamaian, dan perjanjian-perjanjian dengan Negara lain, dan dalam membuat perjanjian-perjanjian internasional lainnya yang akan mempunyai akibat yang luas dan substansial terhadap kehidupan rakyat atau yang berkaitan dengan beban kebijakan keuangan Negara dan/atau pembuatan Undang-undang,
- menyerap, menyusun, mengumpulkan, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat, dan
- melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diamanatkan oleh Undang-Undang. Untuk mewujudkan fungsi-fungsi tersebut sebagai lembaga DPR mempunyai beberapa hak, antara lain hak:
- hak interpelasi,
- survei, dan
- hak menyatakan pendapat.
Selanjutnya, setiap anggota Dewan berhak untuk:
- mengusulkan RUU,
- mengajukan pertanyaan,
- menyarankan rekomendasi atau menyatakan pendapat,
- untuk memilih dan dipilih,
- membela diri,
- kekebalan,
- protokol , dan
- keuangan dan administrasi.
Interpelasi adalah hak untuk mengajukan pertanyaan resmi kepada Presiden, khususnya yang berkaitan dengan pertanggungjawaban kinerja dalam jabatannya. Survei adalah hak untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu kasus tertentu termasuk hak untuk memanggil saksi dan sumber yang diperlukan. Dalam hal diperlukan bantuan dari Kepolisian atau Kejaksaan untuk melakukan pemeriksaan atau membantu DPR menyelesaikan penyidikan maka DPR berhak meminta bantuan tersebut. Hak untuk menyatakan pendapat termasuk pernyataan, keputusan, atau memorandum peringatan tentang kebijakan pemerintah tertentu atau pada kondisi tertentu yang ditujukan kepada Presiden atau kepada publik.
Selain DPR, UU No. 23 Tahun 2003 membentuk badan negara baru yang disebut Dewan Perwakilan Daerah. Secara umum, DPD tidak akan dikategorikan sebagai bagian dari badan legislatif, namun uraiannya sesuai dengan bagian ini karena proses rekrutmen anggotanya dan beberapa fungsinya cukup mirip dengan DPR.
DPD terdiri dari perwakilan provinsi yang dipilih dalam pemilihan umum. Setiap provinsi memiliki 4 anggota DPD. Anggota DPD harus tinggal di daerah pemilihan dari mana mereka dipilih dan diberi mandat untuk mewakili. Namun demikian, mereka diharuskan untuk tinggal di Jakarta selama waktu sesi dan sebagian besar bisnis resmi dilakukan di Jakarta juga. Oleh karena itu, kenyataannya sebagian besar anggota DPD menghabiskan lebih banyak waktu di Jakarta daripada di daerah pemilihannya. Setiap anggota dipilih untuk masa jabatan 5 tahun dan masa jabatan itu berakhir setelah DPD berikutnya dilantik.
DPD memiliki beberapa fungsi antara lain:
- mengusulkan rekomendasi yang melibatkan pembahasan dan pertimbangan yang terkait dengan bidang legislatif tertentu, dan
- mengawasi penegakan undang-undang tertentu.
DPD berhak mengajukan RUU kepada DPR dan terlibat dalam pembahasan RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah atau otonomi daerah, hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah, pembentukan, pemekaran, dan integrasi daerah, pengelolaan sumber daya alam. sumber daya dan sumber daya ekonomi lainnya, serta hal-hal lain yang berkaitan dengan alokasi penerimaan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah/Daerah. DPD juga memberikan masukan kepada DPR tentang hal-hal yang berkaitan dengan RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan perpajakan, pendidikan, dan agama. DPD juga memberikan masukan tentang pemilihan dan pengangkatan anggota BPK. DPD dapat mengamati dan mengawasi pelaksanaan Undang-Undang tentang Otonomi Daerah, serta pembentukan, pemekaran, dan integrasi daerah, hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah, sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN. , perpajakan, pendidikan, dan agama. Hasil pengamatan dan pengawasan tersebut disampaikan kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
Setiap anggota DPD berhak:
- mengajukan usulan dan pendapat,
- memilih dan dipilih,
- membela diri,
- kekebalan,
- protokol, dan
- keuangan dan administrasi.
Selain DPD, MPR juga dapat ditempatkan di bagian legislatif ini. MPR bukanlah lembaga legislatif semata karena MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD.
Tugas dan wewenang MPR adalah:
- mengubah dan melaksanakan ketentuan UUD,
- bersumpah pada Presiden dan Wakil Presiden dalam Sidang Paripurna MPR,
- memutuskan usulan DPR berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan untuk memberikan penjelasan kepada MPR atas tindakannya dalam Sidang Paripurna MPR,
- mengangkat Wakil Presiden sebagai Presiden dalam hal kematian Presiden, pengunduran diri, impeachment, atau ketika Presiden tidak dapat lagi menjalankan kewajiban dan tugas jabatannya,
- dalam waktu 60 hari MPR harus memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diajukan oleh Presiden jika jabatan Wakil Presiden adalah kosong,
- memilih Presiden dan Wakil Presiden baru dari dua pencalonan bersama yang diajukan untuk jabatan Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik, dalam hal mantan Presiden dan Wakil Presiden mengundurkan diri secara bersamaan,
- menetapkan tata tertib, aturan, dan kode etik internal MPR.
Setiap anggota MPR berhak:
- mengajukan usulan perubahan ketentuan UUD,
- menentukan cara dan pilihan dalam setiap kegiatan pengambilan keputusan,
- memilih dan dipilih,
- membela diri,
- kekebalan,
- protokol, dan
- masalah keuangan dan administrasi.
Anggota MPR, DPR, dan DPD menikmati hak istimewa dan kekebalan parlemen dalam hal mereka tidak dapat digugat di pengadilan berdasarkan pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat mereka yang disampaikan secara lisan atau tertulis dalam setiap rapat parlemen selama itu tidak bertentangan dengan perintah, aturan, atau standar etika internal dari masing-masing badan. Namun ketentuan ini batal jika anggota mempublikasikan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan.
Semua anggota MPR (anggota DPR dan DPD) dilarang:
1) merangkap jabatan publik sebagai:
- pejabat negara,
- hakim pengadilan,
- pegawai negeri, anggota militer atau polisi, pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan/atau lembaga lain yang sumber dananya bersumber dari APBN, APBD, atau APBD,
2) pelaksanaan tugas sebagai pejabat struktural dalam suatu sarana pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat/pengacara, notaris, dokter, dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan tugas, wewenang, atau hak anggota MPR, DPR, atau DPD, dan 3) atau ikut serta dalam korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dalam hal seorang anggota MPR, DPR, atau DPD diduga melakukan tindak pidana, pemanggilan untuk keterangan dan penyidikan harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden.
Referensi
- https://www.aseanlawassociation.org/