Sanksi Dalam Bidanng Ketenagakerjaan

by Estomihi FP Simatupang, SH.,MH

Posted on May 09, 2022 07:00

Pengertian Sanksi

Sanksi dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa Belanda, sanctie, seperti dalam poenale sanctie yang terkenal dalam sejarah Indonesia di masa kolonial Belanda.

Sanksi yang melibatkan negara:

1. Sanksi internasional, yaitu langkah-langkah hukuman yang dijatuhkan oleh suatu negara atau sekelompok negara terhadap negara lain karena alasan-alasan politik. Sanksi ini terdiri dari :

  1. Sanksi diplomatik, yaitu penurunan atau pemutusan hubungan diplomatik, seperti misalnya penurunan tingkat hubungan diplomatik dari kedutaan besar menjadi konsulat atau penarikan duta besar sama sekali.
  2. Sanski ekonomi, biasanya berupa larangan perdagangan, kemungkinan dalam batas-batas tertentu seperti persenjataan, atau dengan pengecualian tertentu, misalnya makanan dan obat-obatan, seperti yang dikenakan oleh Amerika Serikat terhadap Kuba.
  3. Sanksi militer, dalam bentuk intervensi militer

2. Sanksi perdagangan, yaitu sanksi ekonomi yang diberlakukan karena alasan-alasan non-politik, biasanya sebagai bagian dari suatu pertikaian perdagangan, atau semata-mata karena alasan ekonomi. Lazimnya melibatkan pengenaan tarif khusus atau langkah-langkah serupa, dan bukan larangan total.

3. Arti Lain :

  1. Dalam konteks hukum, sanksi berarti hukuman yang dijatuhkan oleh pengadilan.
  2. Dalam konteks sosiologi, sanksi dapat berarti kontrol sosial

 

Sanksi Administratif

Dalam pasal 170 UU Ketenagakerjaan, (1) Menteri mengenakan sanksi administratrif atas pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pasal 23 ayat (1), Pasal 37 ayat (1), Pasal 46, Pasal 103 ayat (1), Pasal 104 ayat (1), Pasal 105 ayat (1), Pasal 110 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 116 ayat (3), Pasal 125, Pasal 126, Pasal 132, Pasal 137, Pasal 138 ayat (1), dan Pasal 150, Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

Sanksi administratrif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa :

  1. teguran;
  2. peringatan tertulis;
  3. denda;
  4. pembatasan kegiatan usaha;
  5. pembekuan kegiatan usaha;
  6. pembatalan persetujuan;
  7. pembatalan pendaftaran;
  8. penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi;
  9. pencabutan izin.

 

Sanksi Pidana 

Sanksi pidana adalah suatu jenis sanksi yang bersifat nestapa yang diancamkan atau di kenakan terhadap perbuatan atau pelaku perbuatan pidana atau tindak pidana yang dapat menggangu atau membahayakan kepentingan hukum, serta proses jalannya pembangunan nasional. Tapi kita juga menyadari sanksi pidana bersifat ultimum remedium atau senjata pamungkas, atau dalam bahasa kebijakan atau manajemen adalah "jalan terakhir yang di tempuh, dari berbagai solusi atau alternatif solusi lainnya.

Dari penjelasan singkat diatas secara implisit terdapat suatu kesimpulan, yaitu harus adanya efisiensi dalam penggunaan sanksi pidana. Prof. Moelyatno.. pernah mengatakan. (secara garis besar) "bahwa penggunaan sanksi pidana terhadap kriminalisasi perbuatan-perbuatan tertentu di tuntut konsistensinya dalam penegakannya, agar wibawa hukum itu tetap terjaga".

3. Ketentuan Pidana UU Ketenagakerjaan

Pasal 171

Barangsiapa :

  1. tidak memberikan kesempatan yang sama kepada tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5;
  2. tidak memberikan perlakuan yang sama kepada pekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6; dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 400.000.000,- (empat ratus juta rupiah).

Pasal 172

Barangsiapa menghalang-halangi pekerjanya untuk membentuk dan/atau menjadi pengurus atau anggota serikat pekerja pada perusahaan dan/atau membentuk dan menjadi anggota gabungan serikat pekerja sesuai dengan sektor usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).

Pasal 173

Barangsiapa tidak memiliki peraturan perusahaan yang disahkan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).

Pasal 174

Barangsiapa yang tidak memenuhi ketentuan tentang pengesahan perubahan peraturan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

Pasal 175

Barangsiapa tidak memberitahukan dan menjelaskan isi peraturan perusahaan kepada pekerjanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).

Pasal 176

(1) Barangsiapa tidak membayar upah pekerja selama pekerja mogok kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).

(2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim dapat menjatuhkan putusan membayar upah pekerja.

Pasal 177

Barangsiapa :

  1. melakukan mogok kerja tanpa memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1);
  2. melakukan tindakan yang bersifat pembalasan terhadap mogok kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2);
  3. melakukan penutupan perusahaan (lock-out) tanpa memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1); dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

Pasal 178

Barangsiapa :

  1. mempekerjakan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1);
  2. mempekerjakan anak tanpa perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (2);

dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).

Pasal 179

Barangsiapa mempekerjakan orang muda pada pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat 91) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).

Pasal 180

Barangsiapa :

  1. mempekerjakan pekerja wanita pada pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 98 ayat (1);
  2. tanpa izin mempekerjakan pekerja wanita pada waktu tertentu malam hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (3);
  3. mempekerjakan pekerja wanita yang sedang hamil dan/atau sedang menyusui pada waktu tertentu malam hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99; dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).

Pasal 181

Barangsiapa :

  1. melaksanakan waktu kerja melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (1) dan ayat (2);
  2. tidak membayar upah lembur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (3);
  3. mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam pasal 100 ayat (4); dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).

Pasal 182

Barangsiapa tidak memberikan waktu istirahat kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 102 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).

Pasal 183

Barangsiapa :

  1. tidak memberikan kesempatan sepatutnya kepada pekerja wanita untuk menyusukan bayinya pada jam kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 104 ayat (2);
  2. tidak memberi istirahat pekerja wanita sebelum dan/atau sesudah melahirkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (3);
  3. tidak memberi istirahat kepada pekerja wanita yang mengalami gugur kandungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (4);
  4.  tidak memberi perpanjangan istirahat kepada pekerja wanita sebelum saat melahirkan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (5); dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).

Pasal 184

(1) Barangsiapa

  1. mempekerjakan pekerja pada hari libur resmi yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1) di luar ketentuan ayat (2);
  2. mempekerjakan pekerja pada hari libur resmi tanpa memberikan upah lembur sebagaimana dimaksud dalam pasal 107 ayat (3); dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).

(2) Selain sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, hakim dapat menjatuhkan putusan membayar upah lembur pekerja.

Pasal 185

Barangsiapa tidak memberikan perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).

Pasal 186

(1) Barangsiapa membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).

(2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim dapat menjatuhkan putusan membayar upah pekerja.

Pasal 187

Barangsiapa melakukan diskriminasi dalam penetapan upah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).

Pasal 188

(1) Barangsiapa tidak membayar upah kepada pekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).

(2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hakim dapat menjatuhkan putusan membayar upah pekerja.

Pasal 189

Barangsiapa tanpa izin menyelenggarakan pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

Pasal 190

Barangsiapa tanpa izin melaksanakan pemagangan di luar wilayah Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus ratus juta rupiah).

Pasal 191

Barangsiapa tanpa izin menyelenggarakan pelayanan penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus ratus juta rupiah).

Pasal 192

Barangsiapa menyelenggarakan pelayanan penempatan tenaga kerja dengan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 ayat (1), dipidana dengan pidana paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

Pasal 193

Barangsiapa menyelenggarakan pelayanan penempatan tenaga kerja dengan tidak memenuhi jaminan perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).

Pasal 194

Tenaga kerja warga negara asing yang bekerja tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).

Pasal 195

Barangsiapa tanpa izin mempekerjakan tenaga kerja warga negara asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).

Pasal 196 

Barangsiapa mempekerjakan tenaga kerja warga negara asing yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

KUHP yang berlaku saat ini menganut sistem maksimum (umum dan khusus) serta minimum umum. Hal ini menyebabkan hakim dalam menjatuhkan pidana dapat bergerak antara pidana paling tinggi dan paling rendah. Berhubung bermacam-macam ancaman pidana yang tercantum dalam KUHP, sehingga hakim Indonesia mempunyai kebebasan yang sangat luas menentukan berat-ringannya pidana yang akan dijatuhkan kepada terdakwa. Akibat dari ketentuan semacam itu terkadang tindak pidana yang secara hakiki kualitasnya sama dijatuhi pidana yang berbeda-beda (disparitas pidana). Untuk mencapai hukum pidana yang lebih baik dan lebih mengutamakan keadilan maka diadakan pembaharuan hukum pidana, sehingga di dalam rancangan konsep KUHP baru dan dalam beberapa perundang-undangan pidana khusus telah menggunakan sistem minimum khusus di antaranya adalah:

  1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika,
  2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, dan
  3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Referensi

  • Basani Situmorang. 2010. "Laporan Pengkajian Hukum Tentang Menghimpun Dan Mengetahui Pendapat Ahli Mengenai Pengertian Sumber-Sumber Hukum Mengenai Ketenagakerjaan". Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum Dan HAM, 2010
  • UU Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Daftar Referensi Bacaan

Total Views : 1972

Responsive image
Related Post

× Harap isi Nama dan Komentar anda!
berandahukum.com tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Komentar pada artikel ini
Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image
Pengantar Ilmu Hukum
Lembaga Peradilan
Profesi Hukum
Contoh Surat-Surat
Lingkup Praktek
Essay