Gugatan Sederhana

by Estomihi FP Simatupang, SH.,MH

Posted on January 26, 2021 07:01

Gugatan Sedeharna Menurut Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana

Gugatan Sederhana atau Small Claim Court adalah tata cara pemeriksaan di persidangan terhadap gugatan perdata dengan nilai gugatan materil paling banyak Rp 500 juta yang diselesaikan dengan tata cara dan pembuktiannya sederhana. Perbedaan gugatan sederhana dengan gugatan pada umumnya adalah nilai kerugian materiil yang lebih khusus ditentukan pada gugatan sederhana, yakni maksimal Rp 500 juta. Sedangkan pada gugatan pada perkara perdata biasa, nilai kerugian materiil tidak dibatasi besarnya. Di samping itu, gugatan sederhana ini diperiksa dan diputus oleh hakim tunggal dalam lingkup kewenangan peradilan umum.

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana diterbitkan bertujuan untuk mempercepat proses penyelesaian perkara sesuai asas peradilan sederhana, cepat, biaya ringan. Terbitnya Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2019 ini juga salah satu cara mengurangi volume perkara di Mahkamah Agung dan sebagai perubahan atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015, serta diadopsi dari sistem peradilan small claim court yang salah satunya diterapkan di London, Inggris.

Gugatan sederhana diajukan terhadap perkara:

  1. cidera janji dan/atau
  2. perbuatan melawan hukum dengan nilai gugatan materil paling banyak Rp 500 juta.

Perkara yang tidak termasuk dalam gugatan sederhana adalah:

perkara yang penyelesaian sengketanya dilakukan melalui pengadilan khusus sebagaimana diatur di dalam peraturan perundang-undangan; atau
sengketa hak atas tanah.

Syarat gugatan sederhana berdasarkan Pasal 4 Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2019 adalah sebagai berikut:

  1. Para pihak dalam gugatan sederhana terdiri dari penggugat dan tergugat yang masing-masing tidak boleh lebih dari satu, kecuali memiliki kepentingan hukum yang sama.
  2. Terhadap tergugat yang tidak diketahui tempat tinggalnya, tidak dapat diajukan gugatan sederhana.
  3. Penggugat dan tergugat dalam gugatan sederhana berdomisili di daerah hukum Pengadilan yang sama.
  4. Dalam hal penggugat berada di luar wilayah hukum tempat tinggal atau domisili tergugat, penggugat dalam mengajukan gugatan menunjuk kuasa, kuasa insidentil, atau wakil yang beralamat di wilayah hukum atau domisili tergugat dengan surat tugas dari institusi penggugat.
  5. Penggugat dan tergugat wajib menghadiri secara langsung setiap persidangan dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum, kuasa insidentil, atau wakil dengan surat tugas dari institusi penggugat.

Perkara Gugatan Sederhana tidak wajib diwakili kuasa hukum atau advokat seperti halnya dalam perkara gugatan perdata biasa, namun, para pihak (penggugat dan tergugat) dengan atau tanpa kuasa hukum wajib hadir langsung ke persidangan. Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2019 ini tidak melarang menggunakan jasa advokat sebagaimana terdapat dalam Pasal 4 ayat (4) “dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum”. Hal ini didasari pertimbbangan nilai gugatan yang dikhawatirkan tidak sebanding dengan biaya kuasa hukum itu sendiri.

Tahapan penyelesaian gugatan sederhana:

Gugatan sederhana diperiksa dan diputus oleh Hakim tunggal yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan. Penyelesaian gugatan sederhana paling lama 25 (dua puluh lima) hari sejak hari sidang pertama. Tahapan penyelesaian gugatan sederhana meliputi:

  1. pendaftaran;
  2. pemeriksaan kelengkapan gugatan sederhana;
  3. penetapan Hakim dan penunjukan panitera pengganti;
  4. pemeriksaan pendahuluan;
  5. penetapan hari sidang dan pemanggilan para pihak;
  6. pemeriksaan sidang dan perdamaian;
  7. pembuktian; dan
  8. putusan

ALUR GUGATAN SEDERHANA

Merujuk pada isi Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2019, maka Pemeriksaan Pendahuluan menjadi tahapan paling krusial karena di tahap ini, hakim berwenang menilai dan kemudian menentukan apakah perkara tersebut adalah gugatan sederhana. Di dalam Pemeriksaan Pendahuluan, apabila dalam pemeriksaan Hakim berpendapat bahwa gugatan tidak termasuk dalam gugatan sederhana, maka Hakim mengeluarkan penetapan yang menyatakan bahwa gugatan bukan gugatan sederhana, mencoret dari register perkara dan memerintahkan pengembalian sisa biaya perkara kepada penggugat.

Terkait putusan akhir gugatan sederhana, para pihak dapat mengajukan keberatan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah putusan diucapkan atau setelah pemberitahuan putusan. Keberatan ini diputus majelis hakim sebagai putusan akhir, sehingga tidak tersedia upaya hukum banding, kasasi, atau peninjauan kembali. Disebutkan dalam Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2019 bahwa hakim wajib untuk berperan aktif dalam:

  1. memberikan penjelasan mengenai acara gugatan sederhana secara berimbang kepada para pihak;
  2. mengupayakan penyelesaian perkara secara damai termasuk menyarankan kepada para pihak untuk melakukan perdamaian di luar persidangan;
  3. menuntun para pihak dalam pembuktian; dan
  4. menjelaskan upaya hukum yang dapat ditempuh para pihak.
 
 

Gugatan sederhana menurut Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015
 
Perkara dengan acara cepat atau acara singkat hanya dikenal dalam ranah hukum pidana. Namun mulai 7 Agustus 2015, perkara perdata yang nilai gugatannya tidak lebih dari 200 juta dan bukan mengenai sengketa tanah akan diperiksa dengan acara yang sederhana oleh hakim tunggal. Hal ini karena pada tanggal 7 Agustus 2015 telah diundangkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana. Dalam memeriksa perkara yang dikategorikan sebagai “gugatan sederhana”, pengadilan harus menyelesaikan paling lama 25 hari sejak sidang pertama.
 
Selain melihat nilai gugatan dan objek gugatan, Perma 2 Tahun 2015 mengkategorikan perkara sebagai small claim court, harus pula memenuhi ketentuan berikut ini, yaitu: sengketanya mengenai wanprestasi atau perbuatan melawan hukum, bukan perkara yang menjadi kewenangan pengadilan khusus, masing-masing pihak (penggugat dan tergugat) tidak boleh lebih dari satu, kecuali memiliki kepentingan hukum yang sama, pihak Tergugat harus diketahui alamatnya dan Penggugat dan Tergugat harus berdomisili di wilayah hukum yang sama.
 
Acara sederhana dalam pemeriksaan perkara small claim court, nampak dari ketentuan sebagai berikut: perkara diperiksa oleh hakim tunggal, mendaftarkan gugatan dapat dilakukan dengan hanya mengisi blanko yang disediakan oleh pengadilan, tidak dapat diajukan tuntutan provisi, eksepsi, rekonvensi, intervensi, replik, duplik atau kesimpulan. Ketentuannya lainnya adalah Penggugat dan Tergugat wajib menghadiri persidangan secara langsung meskipun mereka menggunakan kuasa, bukti surat dilegalisir dan harus dilampirkan saat mendaftarkan gugatan. Selain itu upaya perdamaian dalam pemeriksaan gugatan sederhana mengecualikan dari ketentuan mediasi.
 
Sifat sederhana juga berlaku dalam pengajuan keberatan terhadap putusan yang dijatuhkan oleh hakim. Keberatan diajukan oleh pihak yang dikalahkan kepada Ketua Pengadilan yang memutus perkara tersebut. Perkara yang diajukan keberatan tersebut selanjutnya akan diperiksa diperiksa oleh majelis di pengadilan yang sama (bukan pengadilan tinggi)
 
Sebagaimana diketahui. Di dalam prakteknya, waktu persidangan – mulai dari gugatan, mediasi, jawaban, replik, duplik, pembuktian, kesimpulan hingga putusan – bisa mencapai 3-5 bulan. Belum lagi apabila para pihak melakukan upaya hukum Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, bisa-bisa jangka waktu yang dibutuhkan agar putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht) bisa mencapai 1 tahun lebih. Ini masih belum dihitung lamanya proses eksekusi yang berbelit-belit di Indonesia. Bisa dibayangkan lamanya waktu yang diperlukan seseorang dalam mencari keadilan di Indonesia. Bukan rahasia umum pula bahwa pihak yang posisi hukumnya lemah seringkali menunda-nunda waktu persidangan.
 
Dengan adanya PERMA Nomor 2 Tahun 2015 ini, ribuan perkara diharapkan dapat disaring di Pengadilan Negeri (PN) tanpa perlu diteruskan ke Pengadilan Tinggi maupun Mahkamah Agung, karena Putusan Keberatan di tingkat PN tidak dapat dilakukan Banding, Kasasi maupun Peninjauan Kembali. Berikut adalah hal-hal beracara Gugatan Sederhana menurut PERMA Nomor 2 Tahun 2015 sebagai berikut :
  1. Penyelesaian gugatan sederhana dipimpin oleh seorang hakim (hakim tunggal) dan terbatas pada perkara wanprestasi dan perbuatan melawan hukum yang nilai gugatan materiilnya tidak lebih dari Rp. 200.000.000,-dan diselesaikan dengan tata cara dan pembuktian yang sederhana. [Pasal 1 & 3 PERMA 02/2005]
  2. Gugatan sederhana tidak dapat diajukan untuk perkara yang penyelesaian sengketanya dilakukan melalui pengadilan khusus (Contoh PTUN dan Pengadilan Agama) dan sengketa yang terkait dengan hak atas tanah [Pasal 3 PERMA 02/2005].
  3. Para pihak dalam gugatan sederhana (penggugat maupun tergugat) tidak boleh lebih dari satu kecuali yang mempunyai kepentingan hukum sama dan berdomisili di daerah hukum pengadilan yang sama [Pasal 4 PERMA 02/2005].
  4. Tergugat yang tidak diketahui tempat tinggalnya, tidak dapat diajukan Ggatan Sederhana.
  5. Penggugat dan Tergugat wajib hadir dipersidangan dengan atau tanpa kuasa hukumnya.
  6. Penyelesaian gugatan sederhana paling lama 25 (dua puluh lima) hari sejak sidang pertama [Pasal 5 PERMA 02/2005]. 4. Mirip dengan proses beracara di Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), penyelesaian gugatan sederhana diawali dengan Pemeriksaan Pendahuluan. Di dalam pemeriksaan pendahuluan, Hakim akan memeriksa apakah perkara masuk dalam kategori gugatan sederhana atau tidak. Apabila iya, maka Hakim akan menetapkan hari sidang pertama, sedangkan apabila tidak, maka Hakim akan mencoret register perkara dan penggugat dapat mengajukan ulang gugatan biasa [Pasal 11 & 12 PERMA 02/2005].
  7. Hakim dalam Gugatan Sederhana wajib bersikap aktif yang dilakukan didepan persidangan yang dihadiri oleh para pihak. 
  8. PERMA 02/2015 mengesampingkan PERMA No 01 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan (“PERMA 01/2008”). Di dalam PERMA 01/2008, jangka waktu mediasi adalah 40 hari ditambah perpanjangan 14 hari. Namun di dalam PERMA 02/2015, Hakim lah yang memutuskan jangka waktu mediasi dengan memperhatikan ketentuan bahwa persidangan harus sudah selesai dalam waktu 25 hari [Pasal 15 PERMA 02/2005].
  9. Para pihak tidak dapat mengajukan tuntutan provisi, eksepsi, rekonvensi, intervensi, replik, duplik atau kesimpulan dalam proses pemeriksaan gugatan sederhana [Pasal 17 PERMA 02/2005].
  10. Gugatan yang diakui dan/atau tidak dibantah, tidak perlu dilakukan pembuktian.

Referensi :
  • Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana
  • Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana
  • Modul Diklat Jaksa 2019
  • pn-jakartatimur.go.id

Total Views : 2668

Responsive image
Related Post

× Harap isi Nama dan Komentar anda!
berandahukum.com tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Komentar pada artikel ini
Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image Responsive image

Kirim Pertanyaan

Pengantar Ilmu Hukum
Lembaga Peradilan
Profesi Hukum
Contoh Surat-Surat
Lingkup Praktek
Essay